Jumat, 12 Agustus 2016
Memilih Dan Memutuskan Yang Benar Dalam Tuhan
LUKAS 12:49-56
Yesus datang untuk melemparkan api ke bumi. Api melambangkan
kuasa Allah untuk memurnikan umat-Nya. Yohanes Pembaptis mengatakan tentang
Yesus di bagian awal Injil Lukas ini. “Ia akan membaptis kamu dengan . . . api.
Alat penampi sudah di tangan-Nya untuk membersihkan tempat pengirikan-Nya . . .
debu jerami itu akan dibakar-Nya dalam api yang tidak terpadamkan.” (ayat 3:16-17). Api pemisahan itu datang untuk
memurnikan siapa milik Allah siapa yang bukan. Api pemisahan itu merupakan
penderitaan yang menimpa manusia. Orang percaya akan tetap pada percayanya,
walau api penderitaan itu begitu dahsyat.
Yesus sendiri juga harus melalui baptisan api itu (ayat 12:50). Yesus menerima baptisan itu bukan
karena Ia berdosa, tetapi justru untuk membuktikan bahwa Dia berasal dari Allah
dan diutus Allah untuk menjadi agen pemurnian tersebut. Akibat pemurnian
tersebut akan terjadi pemisahan antara orang percaya dengan orang yang menolak
untuk percaya. Yesus menguraikan pemisahan itu dengan ilustrasi perpecahan di
antara keluarga (ayat 52-53).
Setelah
Yesus memberi pengajaran khusus kepada murid-murid-Nya, Ia berbalik dan berkata
ke pada orang banyak untuk memberikan pelajaran kepada mereka tentang menilai
zaman. Ketika kita melihat awan gelap mulai berarak, maka dengan mudah kita
menyimpulkan bahwa hujan akan segera tiba. Demikian halnya ketika mengambil
kesimpulan bahwa Yesus adalah Mesias juga merupakan hal mudah, bila orang mau
melihat berbagai perbuatan kemesiasan-Nya. Sama mudahnya seperti ketika orang
melihat tanda-tanda cuaca dan kemudian menyimpulkan bahwa hari akan terang atau
malah akan turun hujan (54-56). Akan tetapi tetap saja banyak orang yang tidak
mau atau tidak berani mengakui bahwa Yesus adalah Mesias. Padahal sebagai
orang-orang yang hidup pada zaman Yesus, mereka telah menyaksikan dengan mata
kepala sendiri tanda-tanda ajaib yang membuktikan kemesiasan-Nya. Ini bisa
terjadi karena mereka ikut-ikutan pendapat pemimpin agama mereka tentang Yesus
bukan atas dasar imannya sendiri. Padahal seharusnya mereka bisa mengambil
kesimpulan sendiri tentang Yesus dan memutuskan bagaimana sikap mereka
sebenarnya terhadap Dia yang mereka kenal secara pribadi. Karena bagaimanapun
tiap orang akan dimintai pertanggungjawaban tentang hal itu. Berdasarkan hal
itulah akan terjadi pemisahan yang membuat manusia terbagi ke dalam kelompok
orang percaya dan yang tidak percaya. Bahkan dalam satu keluarga pun bisa saja
terjadi pemisahan. Dampak lanjut dari pemisahan ini adalah kemarahan Allah yang
akan menimpa mereka yang tidak percaya pada Kristus!
Kita
yang hidup pada masa kini tidak lagi secara langsung melihat karya Yesus, semua
kisah itu hanya dapat kita "lihat" melalui kesaksian Alkitab. Melalui
Alkitab pula kita melihat bagaimana Tuhan menyatakan diri dan kebenaran-Nya.
Maka setiap kita bertanggung jawab untuk memutuskan sikap kita pada Dia. Karena
itu, belajarlah firman Tuhan dengan seksama. Dalam belajar firman Tuhan maka Roh
Kudus akan mengajar kita hingga sampai pada kesimpulan dan keputusan yang
benar. Amin. - Chs
Label:
Almanak,
Gereja,
HKBP,
Ibadah,
Jatisampurna,
Renungan,
Warta Minggu
Jumat, 05 Agustus 2016
Jangan Takut, Percayalah Kepada Tuhan
(Kejadian 15:1-6)
Selama di dunia ini, hampir sepanjang waktu hidup manusia dilanda ketakutan. Seorang bayi takut dan
menangis jika ditinggal ibunya; anak-anak takut akan masa depannyai; selesai kuliah, para sarjana takut tidak memperoleh
pekerjaan; anak-anak muda takut tidak mendapatkan pasangan hidup; keluarga muda
takut menjalani kehidupan rumah tangganya; orangtua takut anak-anaknya
terpengaruh oleh setan dunia masa kini; dan hampir semua manusia takut tidak
mendapatkan harta dunia. Saat mendekati ajal pun, banyak yang takut meninggal.
Yang ditakutkan bukan soal dia ke neraka atau ke sorga. Salah satu (tapi paling
sering) yang membuat orang takut meninggal adalah memikirkan yang akan
ditinggalkannya, yaitu anak dan hartanya.
Abraham juga mengalami ketakutan tidak
akan ada keturunannya yang akan mewarisi rumah (kekayaan)nya bila dia
meninggal, sebab pada masa tuanyapun dia belum mempunyai anak (ay.2-3). Padahal
sebelumnya Allah telah berjanji memberkatinya dengan berkata:”Aku
akan membuat engkau menjadi bangsa yang besar, dan memberkati engkau serta
membuat namamu masyur; dan engkau akan menjadi berkat”(Kej.12:2). Ketakutan Abraham membuat dia lupa akan janji
Allah tersebut, sehingga dia kembali berkeluh kesah dalam perikop bacaan ini,
dan Tuhan menegaskan kembali janji berkatNya kepada Abraham, bahwa yang
mewarisi hartanya adalah anaknya sendiri, dan keturunannya akan menjadi
sebanyak bintang yang di langit (ay.4-5). Akhirnya, ketakutan Abraham
dikalahkan imannya, dia menjadi percaya dan Tuhan memperhitungkan itu sebagai
kebenarannya (ay.6). Demikianlah selanjutnya janji Tuhan digenapi dengan
memberkati Abraham, Ishak, Yakub dan 12 suku marga israel dan setiap orang
percaya yang menjadi anak-anak Abraham.
Saudara/i yang terkasih dalam Yesus Kristus, kehidupan
kita di dunia ini adalah dalam rentang waktu: Janji berkat Allah kepada kita –
diperhadapkan dengan kenyataan hidup – dan berjalan menuju pengharapan. Janji
Tuhan adalah pasti akan memberkati kita, tetapi tidak jarang kenyataan hidup
yang kita hadapi diperhaapkan dengan banyak pergumulan, misalnya : belum ada
keturunan, belum dapat pekerjaan, belum dapat jodoh dan berbagai persoalan
hidup yang lain. Berbagai persoalan hidup tesebut bisa saja membuat kita hidup
dalam ketakutan, dan ketakutan kita bisa saja membuat kita tidak percaya kepada
Tuhan. Akibatnya bisa saja ada yang jatuh ke dalam keputusasaan. Firman hari
ini menjadi jawaban : Jangan takut, Percaya saja kepada Tuhan dan hidupmu pasti
akan dicukupkan dan diberkati Tuhan. Biarlah antara janji – kenyataan dan –
pengharapan kita, kita tetap beriman. Amin. Djs
Label:
Almanak,
Gereja,
Ibadah,
Renungan,
Warta Minggu
Langganan:
Postingan (Atom)