Narasi tentang penciptaan Hawa oleh Allah itu merupakan
narasi yang sangat indah Dan Intim. Menunjukkan Bahwa Manusia Hanya Bisa Hidup
Dalam Persekutuan, Itulah kebenaran Asasi Tentang Keinsanian. Karena itu Tuhan
Allah merencanakan; “Aku akan menjadikan
penolong baginya yang sepadan dengan dia”(2:18). Marilah kita simak arti kata-kata ini. Perkataan “ezer
kenegdo”(istilah Ibrani), diterjemahkan “penolong yang sepadan”. Arti “Ezer”
ialah seorang yang membantu dan memberi semangat yang melengkapi kekurangan
dari orang yang dibantunya. “Kenegdo” kata benda yang bertalian
menunjuk kepada seorang yang ulung. Jadi dengan “seorang penolong yang sepadan”
berarti penolong yang sama ulungnya, atau sama kekhususannya. Ini menunjukkan
bahwa penolong hadir berdiri disamping sebagai imbangannya, temannya,
pelengkapnya. Dalam ungkapan ini tidak terkandung rasa inferioritas, rasa
dibawah ukuran atau rasa diperuntukkan sebagai budak; melainkan seorang yang
mirip dengan dia tapi “kebalikan dari dia”demi melengkapinya .
Menurut ayat 21, Allah membuat “manusia itu tidur nyenyak (Kata Ibrani “tardema”) nyenak; berarti
sedemikian nyenyaknya sehingga seluruh kesadaran seorang akan dunia luar dan
akan eksistensi dirinya sendiri hilang. Setelah menyebabkan Adam tidur nyenak,
ALLAH mengambil salah satu rusuk Adam dan menjadikan rusuk (Kata Ibrani “Sela”
) itu seorang perempuan, serta memberikan kepadanya semua sifat kehidupan
seperti yang telah diberikan-Nya kepada Adam. Laki-laki itu menyambutnya dengan
puisi indah;”inilah dia tulang dari
tulangku dan daging dari dagingku”(ay 23). Ungkapan ini menunjukkan
hubungan manusia yang paling akrab, serta menempatkan laki-laki dan perempuan
pada derajat kemanusiaan yang sama, yang berbeda dari derajat
binatang-binatang.
Penciptaan Adam dan Hawa
mengajarkan kepada kita banyak hal tentang hubungan perkawinan. Pertama;
Perkawinan ditetapkan oleh Allah (ayat 21-25). Untuk memenuhi kebutuhan
laki-laki yang tidak baik kalau tinggal sendirian, Allah menyediakan baginya
seorang yang mirip dengan dia, seorang penolong yang sepadan. Ketidak lengkapan
laki-laki tanpa perempuan, sekarang dipenuhi oleh pemberian seorang yang
diambil dari sisi tubuhnya, untuk berdiri disisinya. Perempuan itu tidak dibuat
dari kepala laki-laki supaya jangan mengepalainya, tidak dibuat dari kaki
supaya jangan di injak-injak olehnya, melainkan dibuat dari sisinya supaya
sederajat dengan dia, dibawah lengannya supaya terlindung dan didekat hatinya
supaya dicintai, diambil dari tubuhnya supaya menjadi bagian integral
kebagaimanaan dirinya. Kedua;
Perkawinan bersifat monogami; Allah memberikan kepada adam satu istri saja.
Laki-laki membutuhkan seorang perempuan demi keutuhannya sebagai laki-laki,
perempuan membutuhkan seorang laki-laki demi keutuhannya sebagai perempuan,
kebutuhan-keduanya sama. Mereka saling membutuhkan hubungan satu sama lain. Ketiga;
Perkawinan harus diantara orang yang berbeda jenis kelamin yaitu laki-laki dan
perempuan. Meskipun “gerakan pembebasan orang homoseksual” dengan gigih
mengemukakan alasan agar homoseksualitas disahkan, namun hal tersebut tidak
Alkitabiah. Perkawinan pertama yang diselenggarakan oleh Allah jelas menjadi
pola bagi kita untuk di ikuti sampai masa kini. Keempat; Suami dan isteri
harus dipersatukan baik jasmani maupun rohani, terjalin menjadi satu dalam
kasih dan saling menghormati; laki-laki harus meninggalkan ayahnya dan ibunya
dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging (Kejadian
2:24; Matius 19:4,5). Kesatuan ini memberi kesan kelanggengan perkawinan, dgn
suatu implikasi yang dipertegas oleh Yesus dalam uraian-Nya tentang ayat 24
(Matius 19:6). Menjadi satu daging berarti merujuk kepada mata rantai antara
seksualitas dan kreativitas, dalam suatu ikatan kesetiaan pada ikrar, kesetiaan
pada panggilan, kesetiaan hanya kepada seorang, dalam pernikahan dan kehidupan
keluarga. Kelima; Suami menjadi kepala atas istri. Rangkaian kekuasaan
ini bukan karena kedudukan laki-laki lebih tinggi dan istimewa, melainkan
karena Allah menetapkannya. Tanggung jawab ini bicara relasi domestik dalam
Rumah tangga, dimana istri harus tunduk kepada suami tetapi suami harus
mengasihi istri (Ef 5:22-25). Masing-masing pihak menjalankan tanggung jawabnya
sebagai bentuk ketaatan iman terhadap Tuhan Yesus Kristus sebagai kepala.
Marilah kita menjaga kelangsungan seluruh rangkaian ini sesuai ketetapan Allah.
Amin (Roster Simanullang)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar