Jumat, 02 Oktober 2015

Tuhan Menciptakan Penolong Yang Sepadan



KEJADIAN 2 : 18 - 24

Narasi tentang penciptaan Hawa oleh Allah itu merupakan narasi yang sangat indah Dan Intim. Menunjukkan Bahwa Manusia Hanya Bisa Hidup Dalam Persekutuan, Itulah kebenaran Asasi Tentang Keinsanian. Karena itu Tuhan Allah merencanakan; “Aku akan menjadikan penolong baginya yang sepadan dengan dia”(2:18). Marilah kita simak  arti kata-kata ini. Perkataan “ezer kenegdo”(istilah Ibrani), diterjemahkan “penolong yang sepadan”. Arti “Ezer” ialah seorang yang membantu dan memberi semangat yang melengkapi kekurangan dari orang yang dibantunya. “Kenegdo” kata benda yang bertalian menunjuk kepada seorang yang ulung. Jadi dengan “seorang penolong yang sepadan” berarti penolong yang sama ulungnya, atau sama kekhususannya. Ini menunjukkan bahwa penolong hadir berdiri disamping sebagai imbangannya, temannya, pelengkapnya. Dalam ungkapan ini tidak terkandung rasa inferioritas, rasa dibawah ukuran atau rasa diperuntukkan sebagai budak; melainkan seorang yang mirip dengan dia tapi “kebalikan dari dia”demi melengkapinya .

Menurut ayat 21, Allah membuat “manusia itu tidur nyenyak (Kata Ibrani “tardema”) nyenak; berarti sedemikian nyenyaknya sehingga seluruh kesadaran seorang akan dunia luar dan akan eksistensi dirinya sendiri hilang. Setelah menyebabkan Adam tidur nyenak, ALLAH mengambil salah satu rusuk Adam dan menjadikan rusuk (Kata Ibrani Sela ) itu seorang perempuan, serta memberikan kepadanya semua sifat kehidupan seperti yang telah diberikan-Nya kepada Adam. Laki-laki itu menyambutnya dengan puisi indah;”inilah dia tulang dari tulangku dan daging dari dagingku”(ay 23). Ungkapan ini menunjukkan hubungan manusia yang paling akrab, serta menempatkan laki-laki dan perempuan pada derajat kemanusiaan yang sama, yang berbeda dari derajat binatang-binatang.

                Penciptaan Adam dan Hawa mengajarkan kepada kita banyak hal tentang hubungan perkawinan. Pertama; Perkawinan ditetapkan oleh Allah (ayat 21-25). Untuk memenuhi kebutuhan laki-laki yang tidak baik kalau tinggal sendirian, Allah menyediakan baginya seorang yang mirip dengan dia, seorang penolong yang sepadan. Ketidak lengkapan laki-laki tanpa perempuan, sekarang dipenuhi oleh pemberian seorang yang diambil dari sisi tubuhnya, untuk berdiri disisinya. Perempuan itu tidak dibuat dari kepala laki-laki supaya jangan mengepalainya, tidak dibuat dari kaki supaya jangan di injak-injak olehnya, melainkan dibuat dari sisinya supaya sederajat dengan dia, dibawah lengannya supaya terlindung dan didekat hatinya supaya dicintai, diambil dari tubuhnya supaya menjadi bagian integral kebagaimanaan dirinya.  Kedua; Perkawinan bersifat monogami; Allah memberikan kepada adam satu istri saja. Laki-laki membutuhkan seorang perempuan demi keutuhannya sebagai laki-laki, perempuan membutuhkan seorang laki-laki demi keutuhannya sebagai perempuan, kebutuhan-keduanya sama. Mereka saling membutuhkan hubungan satu sama lain. Ketiga; Perkawinan harus diantara orang yang berbeda jenis kelamin yaitu laki-laki dan perempuan. Meskipun “gerakan pembebasan orang homoseksual” dengan gigih mengemukakan alasan agar homoseksualitas disahkan, namun hal tersebut tidak Alkitabiah. Perkawinan pertama yang diselenggarakan oleh Allah jelas menjadi pola bagi kita untuk di ikuti sampai masa kini. Keempat; Suami dan isteri harus dipersatukan baik jasmani maupun rohani, terjalin menjadi satu dalam kasih dan saling menghormati; laki-laki harus meninggalkan ayahnya dan ibunya dan bersatu dengan isterinya, sehingga keduanya menjadi satu daging (Kejadian 2:24; Matius 19:4,5). Kesatuan ini memberi kesan kelanggengan perkawinan, dgn suatu implikasi yang dipertegas oleh Yesus dalam uraian-Nya tentang ayat 24 (Matius 19:6). Menjadi satu daging berarti merujuk kepada mata rantai antara seksualitas dan kreativitas, dalam suatu ikatan kesetiaan pada ikrar, kesetiaan pada panggilan, kesetiaan hanya kepada seorang, dalam pernikahan dan kehidupan keluarga. Kelima; Suami menjadi kepala atas istri. Rangkaian kekuasaan ini bukan karena kedudukan laki-laki lebih tinggi dan istimewa, melainkan karena Allah menetapkannya. Tanggung jawab ini bicara relasi domestik dalam Rumah tangga, dimana istri harus tunduk kepada suami tetapi suami harus mengasihi istri (Ef 5:22-25). Masing-masing pihak menjalankan tanggung jawabnya sebagai bentuk ketaatan iman terhadap Tuhan Yesus Kristus sebagai kepala. Marilah kita menjaga kelangsungan seluruh rangkaian ini sesuai ketetapan Allah. Amin                                                                                                                         (Roster Simanullang)

Tidak ada komentar: